Selasa, 31 Juli 2018

Bacaan Surat Alam Nasyrah


Surat Alam Nasyrah (Al-Insyrah) 
1. ALAMNASRAH LAKA SODRAK 
2. WAWADHO'NA ANKAWIZROK 
3. ALADHI ANKODODHOHROK 
4. WAROFA'NALAKA DIKROK 
5. FAINNAMAAL USRI USRO 
6. INNAMA'AL USRI USRO 
7. FAIDA FAROGHTA FANSOB 
8. WAILA ROBBIKA FARGHOB

Arti Surat Al-Insyrah (Alam Nasyrah) 
(1) Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, 
(2) Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, 
(3) Yang memberatkan punggungmu ?, 
(4) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu ,
(5) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, 
(6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 
(7) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, 
(8) Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu memohon. 

[Q.S Al-Insyrah 1-8]


Bacaan Surat At-Tin


Tulisan Latin Surat At-Tin 
1. WATTINI WAZZAITUN 
2. WATURISINIIN 
3. WAHADZAL BALADIL AMIIN 
4. LAQAD KHOLAQNAL INGSANAFII AHSANITAQWIIM 
5. TSUMMA RADADNA HUASFALA SAFILIN 
6. ILLALLADZINA AMANU WA AMILUSHOLIHATI FALAHUM AJRUN GHOIRUMMAMNUN 
7. FAMAYUKADIBU KABA'DUBIDIN 
8. ALLAISALLAH HUBIAHKAMILHAKIMIIN

Arti Surat At-Tin
(1) Demi buah Tin dan Zaitun, 
(2) Demi bukit sinai, 
(3) Dan demi negeri [Mekah] yang aman ini, 
(4) Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya , 
(5) Kemudian kami kembalikan dia(manusia) ke tempat yang serendah-rendahnya, 
(6) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; Maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya, 
(7) Maka apa yang menyebabkan [mereka] mendustakan mu [tentang] hari pembalasan           setelah [adanya keterangan-keterangan] itu?, 
(8) Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil. 

[Q.S At-Tin 1-8]

Bacaan Surat At-Takatsur


Tulisan Latin Surat At-Takatsur 
1. ALHA KUMUTTAKASUR 
2. HATTA ZURTUMUL MAQOBIR 
3. KALLAA SAUFA TA’LAMUN 
4. TSUMMAKALLA SAUFA TA’LAMUN 
5. KALLAA LAU TA’LAMUNA 'ILMAL YAQIN 
6. LA TARO WUNNAL JAHIM 
7. TSUMMA LATARO WUNNAHA ‘AINAL YAQIN 
8. TSUMMA LATUS ALUNNA YAUMA IDHIN ‘ANIN NA'IM

Arti Surat At-Takatsur : 
(1) Bermegah megahan telah membuat kamu lalai, 
(2) Hingga kamu masuk kedalam kubur,
(3) Jangan seperti itu, nanti kamu akan tahu(akibat dari perbuatanmu itu), 
(4) Dan Janganlah begitu, kelak kami akan mengetahui, 
(5) Jangan begitu, bila kamu tahu dengan pengetahuan yang yakin, 
(6) Niscaya kamu akan benar benar melihat neraka jahanam, 
(7) dan sungguh kamu benar benar akan melihatnya (neraka jahanam) dengan 'ainul                yakin', 
(8) Lalu kamu pasti akan ditanya pada hari itu, tentang kenikmatan (yang kamu bermegah        megahan dengan itu di dunia). 

      [Q.S At-Takatsur 1-8]



Guyonan Pagi....


Mereka Sudah Gede












Soleh koe

Jenggot Bukan Ciri Teroris


Merebaknya aksi-aksi terorisme di tanah air, berujung pada munculnya stereotip-stereotip di tengah masyarakat tentang ciri teroris. Diantaranya bahwa lelaki berjenggot adalah ciri dari teroris. Karena diantara pelaku terorisme ternyata memang berjenggot. Maka dalam artikel ini perlu kami jelaskan bahwa berjenggot adalah ajaran Islam yang jauh sudah disyariatkan sebelum para teroris lahir.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Berjenggot Lebat

Ketahuilah bahwa manusia yang paling mulia, teladan dan junjungan kita semua, Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau berjenggot lebat. Dari Jabir radhiallahu’anhu beliau berkata:
كانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم قد شَمِطَ مُقدَّمُ رأسِهِ ولحيتِهِ، فإذا ادَّهَنَ ومشَطَ لم يتبيَّنْ، وإذا َعِثَ رأسُهُ تَبَيَّنَ، وكانَ كَثِيرَ الشَّعرِ واللّحيةِ، فقالَ رجُلٌ: وَجهُهُ مِثْلُ السَّيْفِ؟ قال: لا، بلْ كانَ مِثْلَ الشَّمسِ والقَمَرِ مُسْتدِيراً؛ قال: ورأيتُ خَاتمهُ عِندَ كَتِفِهِ مِثْلَ بَيْضَةِ الحمامَةِ يُشْبِهُ جَسَدَهُ
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah ada sedikit uban di bagian depan rambut kepala dan jenggotnya. Jika beliau meminyaki dan menyisir rambutnya, uban itu tidak nampak. Tapi ketika rambutnya kering, uban itu nampak. Dan beliau adalah orang yang lebat rambut dan jenggotnya. Ada yang bertanya: ‘apakah wajah beliau seperti pedang?’. Jabir menjawab: ‘Tidak, justru wajahnya seperti matahari dan bulan yang bersinar’. Jabir juga mengatakan: ‘dan aku melihat tanda kenabian di pundak beliau, bentuknya seperti telur merpati yang warnanya hampir sama seperti warna kulit beliau‘” (HR. Muslim no. 2344).
Padahal beliau adalah suri teladan terbaik dan kita diperintahkan Allah untuk meneladani beliau. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21).
Maka bagaimana mungkin berjenggot dijadikan sebagai ciri teroris? Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah teroris?

Jenggot Adalah Sunnah Para Nabi dan Rasul
Ketahuilah bahwa para berjenggot adalah sunnah (kebiasaan) para Nabi dan Rasul terdahulu. Padahal kita ketahui bersama bahwa para Nabi dan Rasul tidak semua dari Jazirah Arab.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berjenggot. Berdasarkan sebuah hadits dari Jabir radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ورأيتُ إبراهيمَ صلواتُ اللهِ عليه . فإذا أقربُ من رأيتُ به شبهًا صاحبُكم ( يعني نفسَه )
Aku pernah melihat Ibrahim shalawatullah ‘alaihi. Dan orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian (yaitu Nabi sendiri)” (HR. Muslim no. 167).
Hadits ini menunjukkan bahwa rupa Nabi Ibrahim ‘alahissalam itu mirip dengan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, dan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam berjenggot.
Nabi Nuh ‘alaihissalam berjenggot. Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah, dari Hisyam bin Al ‘Ash, bahwa Heraklius menggambarkan sifat-sifat para Nabi dan diantaranya ia mengatakan:
في صفة نوح – عليه الصلاة والسلام – انه كان حسن اللحية
Tentang sifat Nabi Nuh ‘alaihis shalatu was salam, ia memiliki jenggot yang bagus” (Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah, 1/385. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya [3/484] mengatakan: “sanadnya laa ba’sa bihi”).
Nabi Harun ‘alaihissalam berjenggot. Lihatlah ketika Nabi Harun menjelaskan kepada Nabi Musa ‘alaihimassalam yang marah kepada beliau:
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku“” (QS. Thaha: 94).
Kesimpulannya, berjenggot adalah sunnah para Nabi dan Rasul. Syaikh Hamud At Tuwajiri mengatakan:
وإذا علم إن إعفاء اللحية ثابت عن النبي – صلى الله عليه وسلم – من قوله وفعله وأنه من هديه الذي هو خير الهدي، فليعلم أيضًا أن إعفاءها من سنن الأنبياء والمرسلين وهديهم
“Jika telah diketahui bersama bahwa memanjangkan jenggot adalah sunnah yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dalam perintah beliau dan perbuatan beliau, dan beliau adalah orang petunjuknya adalah sebaik-baik petunjuk, maka ketahuilah bahwasanya memanjangkan jenggot itu juga sunnah para Nabi dan Rasul serta merupakan ajaran mereka” (Ar Radd ‘ala Man Ajaaza Tahdzibal Lihyah, 6).

Perintah Memelihara Jenggot

Banyak sekali dalil-dalil yang memerintahkan kaum lelaki untuk memelihara jenggot. Dan semuanya menggunakan gaya bahasa perintah.
Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى  وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
Bedakan diri kalian dengan orang-orang Musyrikin, lebatkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis” (HR. Bukhari no. 5892, Muslim no. 259).
Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
انهكوا الشواربَ ، وأعفوا اللحى
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Bukhari no. 5893, Muslim no. 259).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى ، خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Pendekkanlah kumis dan panjangkanlah jenggot. Bedakan diri kalian dengan orang-orang Majusi” (HR. Muslim no. 260).
Lafadz yang lain:
جزُّوا الشَّواربَ، وأَرجوا– أو أَوفوا – اللِّحَى
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah jenggot” (disebutkan Al Aini dalam Nukhabul Afkar[13/181]).
Dalam riwayat Ibnu Hibban :
إنَّ فطرةَ الإسلامِ الغُسلُ يومَ الجمعةِ والاستنانُ وأخْذُ الشَّاربِ وإعفاءُ اللِّحى فإنَّ المجوسَ تُعفي شواربَها وتُحفي لِحاها فخالِفوهم؛ حُدُّوا شواربَكم وأعْفُوا لحاكم
Fitrah Islam yaitu mandi di hari Jum’at, bersiwak, memangkas kumis, dan memanjangkan jenggot. Karena orang Majusi memanjangkan kumis mereka, dan memangkas jenggot mereka. Maka bedakanlah diri kalian dengan mereka. Pangkas kumis kalian dan panjangkanlah jenggot ” (HR. Ibnu Hibban no. 1221).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu juga, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
وفِّروا اللِّحى ، و خذوا من الشواربِ
Lebatkanlah jenggot dan ambil sebagian kumis” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no. 5062, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami‘ no. 7113).
Demikian hadits-hadits perintah memanjangkan jenggot, semuanya menggunakan bentuk perintah dengan lima jenis lafadz:
  1. أوفُوا artinya perintah untuk menyempurnakan dan tidak mengurangi
  2. أرخُوا artinya perintah untuk memanjangkan
  3. أرجُوا artinya perintah untuk membiarkan
  4. وفِّرُوا artinya perintah untuk memanjangkan dan melebatkan
  5. أعفُوا artinya perintah untuk membiarkan
Maka jelas bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan para lelaki dengan perintah yang tegas untuk membiarkan dan memanjangkan jenggotnya. Maka bagaimana mungkin menaati perintah dan ajaran Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dijadikan sebagai ciri teroris?

Hukum Memangkas Jenggot

Kita telah mengetahui bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk membiarkan dan memanjangkan jenggot. Maka memangkas jenggot berarti menyelisihi perintah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau memerintahkan untuk membiarkan dan memanjangkan, sedangkan memotong atau menghabiskannya merupakan lawan dari perintah tersebut.
Oleh karena itu tidak diperbolehkan memangkas jenggot, hukumnya haram. Terlebih lagi memangkas habis jenggot, para ulama mutaqaddimin ijma (sepakat) tentang keharamannya.
Ibnu Hazm mengatakan;
واتَّفَقوا أنَّ حَلقَ جميعِ اللِّحيةِ مُثْلةٌ لا تجوزُ
“Para ulama sepakat bahwa memangkas habis jenggot adalah sebuah maksiat, tidak diperbolehkan” (Maratibul Ijma’, 120).
Ibnu Qathan mengatakan:
واتفقوا أن حلق اللحية : مُثْلَة ، لا تجوز
Ulama sepakat bahwa memangkas habis jenggot adalah maksiat, tidak diperbolehkan” (Al Iqna fi Masail Al Ijma‘, 2/3953).
Syaikh Ali Mahfuzh, ulama Al Azhar dalam kitab Al Ibda’ fi Madharil Ibtida’ mengatakan:
وقد اتفقت المذاهب الأربعة على وجوب توفير اللحية وحرمة حلقها
“Ulama madzhab yang empat sepakat tentang wajibnya memanjangkan jenggot dan haramnya memangkas habis jenggot” (dinukil dari Kasyful Bida’ war Radd ‘alal Luma‘, 119).
Demikian juga memangkas jenggot walaupun tidak sampai memangkas habis juga terlarang berdasarkan zahir nash dalil-dalil yang tegas memerintahkan untuk membiarkan dan memanjangkan jenggot. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
انهكوا الشواربَ ، وأعفوا اللحى
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Bukhari no. 5893, Muslim no. 259).
Membiarkan artinya tidak menguranginya sama sekali. Ternukil pula ijma tentang haramnya memangkas jenggot walaupun tidak sampai habis. Ibnul Hammam mengatakan:
وأما الأخذ منها وهي دون ذلك – أي أقل من قبضة اليد –كما يفعله بعض المغاربة ومخنثة الرجال فلم يبحه أحد
“Adapun memangkas jenggot yang kurang dari satu genggaman tangan, sebagaimana dilakukan orang-orang barat dan banci, maka aku tidak mengetahui ada ulama yang membolehkannya” (dinukil dari Fathul Qadir, 2/352).
Jika para ulama sepakat akan wajibnya memanjangkan jenggot dan mengharamkan memangkasnya, maka apakah berjenggot itu malah jadi ciri teroris? Apakah berarti sebagian kaum Muslimin yang melanggar syariat dengan memangkas jenggot dan melanggar kesepakatan ulama justru benar dan baik?

Hukum Memangkas Jenggot Yang Lebih Dari Satu Genggam

Yang diperselisihkan para ulama adalah memangkas jenggot yang panjangnya melebihi satu genggaman. Karena terdapat riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma pernah memangkas jenggotnya yang melebihi satu genggam. Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari:
كان ابنُ عمرَ : إذا حجَّ أو اعتمر قبض على لحيتِه ، فما فضل أخذَه
Ibnu Umar ketika berhaji dan umrah ia menggenggam jenggotnya. Yang melebihi genggaman ia pangkas” (HR. Bukhari no. 5892).
Dari atsar ini, jumhur ulama membolehkan memangkas jenggot yang melebihi satu genggam. Karena kita tahu bersama, yang meriwayatkan hadits-hadits perintah memanjangkan jenggot adalah Ibnu Umar sendiri dan Abu Hurairah radhiallahu’anhum. Mereka berargumen dengan kaidah:
الرَّاوي أدرى بما رَوى
“Perawi hadits lebih mengetahui tentang hadits yang ia riwayatkan”
Yang berpendapat demikian diantaranya imam Malik, imam Ahmad, ‘Atha, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Taimiyah.
Namun sebagian ulama melarang secara mutlak memangkas jenggot, walaupun lebih dari satu genggaman. Mereka beralasan bahwa perbuatan Ibnu Umar adalah ijtihad beliau yang keliru. Kaidah mengatakan:
العِبرةُ بروايةِ الرَّاوي لا برأيِه
“Yang diambil adalah riwayat (hadits), bukan opini dari perawinya”.
Ibnu Hajar menukil perkataan Al Qurthubi:
قال الطبري: ذهبَ قومٌ إلى ظاهر الحديثِ فكَرِهوا تناوُلَ شيءٍ من اللِّحيةِ مِن طُولِها ومِن عَرضِها
“Al Qurthubi mengatakan: sebagian ulama berpegang pada zahir hadits. Hadits melarang memangkas sedikit pun dari jenggot, baik memotong di bawahnya ataupun di sampingnya” (Fathul Baari, 10/350).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika membahas masalah ini beliau menyimpulkan:
لكِنَّ الأَولى الأخذُ بما دَلَّ عليه العمومُ في الأحاديثِ السَّابقةِ؛ فإنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لم يستثنِ حالًا من حالٍ
“Namun yang lebih utama, tetap berpegang pada keumuman hadits-hadits yang telah lalu (yang memerintahkan untuk memanjangkan jenggot). Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengecualikan satu keadaan pun” (Majmu’ Al Fatawa Syaikh Ibnu Al Utsaimin, 11/85)

Para Teroris Berjenggot?

Andaikan fakta mengatakan para teroris umumnya berjenggot maka kita jawab dengan beberapa poin:
Pertama, berarti mereka telah melakukan hal yang baik dalam masalah penampilan lahiriyah, namun mereka menyimpang dalam akidah dan manhaj. Dan seorang Muslim harus baik dalam lahir dan batinnya. Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuhnya akan baik. Jika ia rusak, seluruh tubuhnya akan rusak. Ketahuilah itu ialah hati..” (HR. Bukhari no. 1599, Muslim no. 52).
Hadits ini menunjukkan orang yang hatinya baik, maka penampilan lahiriyahnya juga baik. Walaupun, orang yang baik penampilan lahiriyahnya belum tentu baik hatinya, contohnya mereka para teroris. Namun, baiknya lahiriyah harus diusahakan. Diantaranya memanjangkan jenggot bagi laki-laki.
Kedua, orang-orang yang melakukan terorisme berkedok jihad, yang menghalalkan darah kaum Muslimin, mereka adalah kaum khawarij. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah mengabarkan bahwa kaum Khawarij itu nampak shalih dan rajin beribadah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
يخَرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَتيِ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآَنْ. لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِليَ قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ. وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلىَ صَلاَتِهِمْ بِشَيْءٍ. وَلاَ صِيَامُكُمْ إِلىَ صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ
Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur’an, yang bacaan kalian tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun. Tidak pula shalat kalian sebanding dengan shalat mereka sedikitpun. Dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan puasa mereka sedikitpun” (HR. Muslim no. 1064).
Maka mereka disifati sebagai orang-orang yang punya semangat dalam menerapkan ajaran agama, termasuk memelihara jenggot. Namun tentunya ajaran agama tidak bisa diidentikkan dengan kaum khawarij. Apakah dari hadits di atas kita akan menyimpulkan maka yang rajin membaca Al-Qur’an , rajin shalat dan rajin puasa maka ia adalah khawarij? Tentu tidak.
Ketiga, yang semestinya disematkan kepada para teroris khawarij adalah ciri-ciri dan sifat-sifat mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam yang lurus. Bukan malah ajaran Islam yang shahih, dilakukan oleh  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disepakati para ulama Islam, justru yang disematkan kepada mereka. Semisal perihal memelihara jenggot ini.
Diantara ciri-ciri dan sifat-sifat mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam yang lurus adalah:
  • Mereka menghalalkan darah kaum Muslimin yang tidak sepemahaman dengan mereka
  • Mereka mudah mengkafirkan individu-individu kaum Muslimin yang tidak sepemahaman dengan mereka
  • Mereka mudah mengkafirkan pemimpin kaum Muslimin
  • Mereka membai’at pemimpin sendiri, dengan bai’at yang bid’ah
  • Melakukan atau mendukung bom bunuh diri
  • Dll.
 Kesimpulan
Membiarkan dan memanjangkan jenggot bagi laki-laki adalah ajaran Islam yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan para ulama sepakat mewajibkannya dan melarang mencukurnya habis jenggot. Maka tidak layak menjadikan jenggot sebagai ciri teroris.
Hanya kepada Allah lah tempat mengadu…

Islam Itu Indah Maka Renungkanlah



Segala puji bagi Allah rabb semesta alam. KepadaNyalah seluruh makhluk bertumpu dan mengadu, dari keterserakan asa, dari kelemahan daya, dari ketakmampuan usaha, dan dari kepandiran jiwa serta raga. DariNyalah keharmonisan alam berpadu, sehingga mengulunlah kasih dan sayang dengan penuh syahdu, maka lahirlah kemesraan meski terbingkai dari keragaman yang tak pernah satu.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan sekalian alam, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, nabi penutup risalah, yang karenanya ia diutus untuk menebarkan kasih sayang ke seluruh alam. Maka adalah indah sabda-sabdanya penuh harmoni. Tindak-tanduknya penuh lestari. Perintah-perintahnya sepenuh ketulusan memberi.
Larangan-larangannya sepenuh keikhlasan menyelaksai. Maka sungguh indah. Antara sabda dan lelakunya tak pernah saling menyelisihi. Pun perintah dan larangannya tak pernah ada saling menyalahi. Maka adalah indah Islam agama yang mengajarkan kasih sayang, diturunkan oleh Dzat Yang Mahakasih dan sayang, diwahyukan melalui malaikat yang penuh kasih dan sayang, dan disampaikan untuk disebarkan kepada sekalian alam oleh nabi yang penuh kasih dan sayang. Sungguh indah agama yang dituntunkan oleh Dzat Yang Mahaindah lagi mencintai keindahan.
Karenanya, Islam hadir di tengah-tengah ummat bukan untuk membelenggu. Ia hadir demi memperindah tatanan. Yang rusak, ia perbaiki. Yang salah, ia betulkan. Yang bengkok, ia luruskan. Yang jelek, ia baguskan. Yang bodoh, ia pintarkan. Yang baik, ia ajarkan. Yang merusak, ia larangkan dan seterusnya. Islam hadir demi kasih sayang untuk sekalian alam.
Maka adalah wajar, jika sang pengemban risalah penuh kasih dan sayang kepada ummatnya. Sebab, ia adalah cermin tempat berkaca bagi kebengkokan-kebengkokan perilaku mereka. Sebab, ia adalah pelita yang membimbing bagi kegelapan-kegelapan hati mereka. Sebab, ia adalah penentram yang mengarahkan bagi kegalauan-kegalauan jiwa mereka. Dan sebab ia adalah qudwatun hasanah, sang panutan lagi teladan bagi kehidupan mereka.
Memang indah. Ia yang tersurat sebagai penuntun ummatnya demi kehidupan yang lebih baik, di dunia dan akhirat, benar-benar menjadi contoh yang sempurna dalam setiap sisi kehidupannya. Maka adalah keserasian yang ia ajarkan. Maka adalah kelembutan yang ia tularkan. Maka adalah keadilan yang ia sebarkan. Maka adalah kemuliaan hidup yang ia tawarkan. Maka adalah rahmatan lil alamin yang ia simpulkan, di tengah ummat.
Dan betul-betul indah ternyata ia benar-benar rahmatan lil alamin. Ajaran-ajarannya penuh sejuta hikmah. Wejangan-wejangannya tak pernah meninggalkan bekas lara di dada. Anjuran-anjurannya selalu menyimpul ulang semangat yang membaja. Nasehat-nasehatnya selalu tepat mengenai titik sasarannya, dan tanpa sedikitpun menyinggung amarah si empunya. Keadilan dalam berkata dan kejujuran dalam bersikap itulah pedomannya.
Maka lihatlah manusia-manusia di sekitarnya. Tak pernah ada yang terciderai rasa. Tak ada pula yang pernah tersinggung kata. Semua ia tunaikan hak-haknya. Tak ada pembedaan. Tak juga pengistemewaan. Kecuali pada hal yang sudah digariskan, yaitu ketaqwaan. Maka yang bangsawan tak tersanjungkan di hadapannya. Yang rakyat biasa saja juga tak terpinggirkan di majelisnya. Semua sama. Pun kaya dan miskin, tak ada beda. Masing-masing ia tunaikan hak-haknya, dengan perlakuan yang semesti dan sepantasnya.


Sang Nabi memang penuh kasih sayang kepada semuanya. Tapi, kepada wanita ia lebih lemah lembut daripada yang lainnya sebab ia tahu kunci kelemahannya. Dan tersebab itu ia pun bersabda kepada kita, selaku ummatnya, dalam riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, “Wanita itu tercipta dari  tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok adalah atasnya. Jika terlalu keras meluruskannya engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka, berhati-hatilah memperlakukannya.”
Karenanya, ia tak pernah membentak kaum hawa. Sebab itu hanya akan mematahkannya saja. Tak pula ia terlalu memanjakannya. Karena ini hanya akan melenakannya semata. Seperti kisah turunnya surat Al-Ahzab ayat 28 dan 29. Ketika istri-istrinya meminta tambahan nafkah, dan berhasil membuat dirinya resah bercampur amarah. Tapi tetap saja tak ada kata-kata amukan yang tertumpah. Tak ada dampratan. Tak pula bentakan.
Atau seperti kisah Fatimah yang datang kepadanya meminta seorang pembantu rumah tangga. Meskipun yang hadir adalah putri kesayangannya, namun tetap saja tak ada pemanjaan yang berlebihan. Tak ia kabulkan keinginannya. Dan tak ia berikan apa yang dimauinya. Justru ia tawarkan apa yang lebih baik dari yang diminta, bahkan lebih baik dari dunia dan seisinya. Maka ia nasehatkan agar bertasbih, bertahmid, dan bertakbir tiga puluh tiga kali sebelum beranjak tidur sebagai gantinya.
Maka betul-betul indah ketika shahabat-shahabatnya beramai-ramai meniti setiap garis jejaknya. Seperti kisah Al-Faruq, ‘Umar bin Al-Khattab, yang tengah naik mimbar dan mengkritisi perihal tingginya mahar yang diminta kaum hawa. Maka berdirilah seorang dari mereka menyela dengan suara tegasnya. “Apakah engkau hendak membatasi sesuatu yang Allah sendiri pun tak pernah membatasinya dalam kitab suciNya?” begitu ujarnya.
Maka para hadirin terhenyak tak menyangka. Ternyata ada wanita yang sebegitu. Pun juga ‘Umar tak kalah kagetnya. Namun, tetap saja ada kasih sayang harus diberikannya, seperti panutannya yang begitu lemah lembut. Maka tak ada bentakan. Tak juga dampratan. Dan tak pula kata makian dasar wanita pembangkang. Maka adalah ‘Umar menjawabnya dengan penuh kelembutan, “Engkau benar wahai saudariku. Akulah yang salah!”


Subhanallah. Sungguh keluhuran budi yang terbungkus dalam beningnya hati nurani. Maka terlahirlah keharmonisan, terjelmalah kemesraan, dan terpadulah kesetiaan dan pengorbanan. Islam itu memang indah.
Toh begitu tetap ada sisi lain yang harus dicermati. Ada potensi lain yang musti diwaspadai. Agar tak berakhir tragis bak ummat-ummat terdahulu. Seperti kisah bani Israil yang tak sanggup mewaspadainya. Maka dimusnahkanlah tujuh puluh ribu pasukan dari mereka dalam sekejap saja. Maka sang pengemban risalah terakhir pun lekas-lekas mewanti-wanita kita, dengan bahasa kasih sayangnya yang teramat besar kepada ummatnya.


“Adalah dunia ini,” sabda beliau di sela-sela khutbahnya, “Sungguh indah nan mempesona tampak di mata. Dan Allah menyerahkan pemakmurannya kepada kalian; sebab Ia ingin menguji bagaimana amal-amal kalian. Karena itu, berhati-hatilah dari dunia, dan berhati-hatilah terhadap wanita.”
“Sebab,” lanjut beliau dalam riwayat Imam Muslim, “Musibah pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita.” “Maka,” pungkas beliau dalam riwayat Imam An-Nasa’i, “Tak ada musibah yang lebih berbahaya sepeninggalku melebihi wanita.”
Indah benar. Dua kutub yang saling berjauhan dipadukan dalam satu sulaman. Ia yang diwanti dan diwaspadai ternyata juga begitu disayangi. Maka ia pun tak terkekang hak asasinya. Dan tak jua terumbar kebebasannya. Ia dijaga tapi tetap dihargai. Juga dikaryakan sembari terus diawasi.
Maka lihatlah bentuk konkritnya pada sebarik kisah-kisah mengagumkan. Pada keteladanan agung kehidupan para salaf yang mulia. Pada ketakjuban akhlak tinggi mereka, pada keindahan pribadi yang tersiram dari mata air yang suci, pada kelembutan yang tersinari dari pelita yang menerangi, Sang Nabi yang begitu terpuji. Maka tak ada penelikungan atas nama wanita. Tak ada pengekangan atas hak-haknya sebagai manusia. Tak ada penodaan atas fitrah manusiawinya. Apatah lagi kezaliman pada kesucian dirinya. Ia benar-benar dijaga, tapi tetap dihormati. Betul-betul indah, seindah keagungan akhlak Sang Nabi yang begitu memukau jagad raya. Subhanallah. Lalu kita?
Sungguh, jauh panggang dari api. Ya, kita selaku ummatnya hanya bisa merenungi sambil mengintrospeksi diri: pada tutur kata kita, pada tingkah laku kita, pada kebeningan hati kita, dan pada kepandiran jiwa kita; sudah layakkah kita menjadi ummatnya? Lalu kita selaksai makna yang terkandung di dalamnya; sudah pantaskah kita, yang berikrar ke sana ke mari sebagai yang paling nyunnah, betul-betul menjadi pengikutnya? Setiap kita, saya dan anda, tentu lebih mengetahui apa jawaban pastinya. Sebab, masing-masing kita adalah yang paling tahu siapa diri kita yang sebenarnya.
Maka, marilah kita menyelaksai makna, sambil terus menyelam di lautan ilmu, pada keteladanan agung nan indah itu. Untuk kemudian di sana kita belajar pada pengalaman-pengalaman hidup mereka yang syahdu. Lalu, ianya kita jadikan asas kebermaknaan dalam setiap langkah kita menuju kemuliaan. Setelah itu, langkah-langkah tersebut kita jadikan neraca acuan bagi jejak-jejak kaki kita meniti jalan perubahan.

Dahsyatnya Jembatan Sirath...SUBHANALLAH...!!!

Titian siratul mustaqim yang bersumber dari Al Quran dan hadits yang bisa disimpulkan, yaitu:  Banyak yang jatuh dan juga yang selamat...